Sabtu, 11 Februari 2012

EPISTEMOLOGI

BAB I
PENDAHULUAN
A.                   Latar Belakang
Ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang di ketahui oleh manusia disamping berbagai pengetahuan lainnya.  Pada hakekatnya pengetahuan merupakan sumber jawaban bagi berbagai pertanyaan yang muncul dalam kehidupan.  Ilmu-ilmu yang dimiliki oleh manusia berhubungan satu sama lain, dan tolak ukur keterkaitan ini memiliki derajat yang berbeda-beda. Sebagian ilmu merupakan asas dan pondasi bagi ilmu-ilmu lain, yakni nilai dan validitas ilmu-ilmu lain bergantung kepada ilmu tertentu, dan dari sisi ini, ilmu tertentu ini dikategorikan sebagai ilmu dan pengetahuan dasar. Sebagai contoh, dasar dari semua ilmu empirik adalah prinsip kausalitas dan kaidah ini menjadi pokok bahasan dalam filsafat, dengan demikian, filsafat merupakan dasar dan pijakan bagi ilmu-ilmu empirik. Begitu pula, ilmu logika yang merupakan alat berpikir manusia dan ilmu yang berkaitan dengan cara berpikir yang benar, diletakkan sebagai pendahuluan dalam filsafat dan setiap ilmu-ilmu lain, maka dari itu ia bisa ditempatkan sebagai dasar dan asas bagi seluruh pengetahuan manusia. Setiap jenis pengetahuan mempunyai ciri-ciri yang spesifik mengenai apa (ontologi), bagaimana (epistemologi) dan untuk apa (aksiologi). Ketiga landasan ini saling berkaitan, jadi ontologi ilmu terkait dengan epistemologi ilmu, dan epistemologi ilmu terkait dengan aksiologi.

Di tinjau dari pengetahuan, epistemologi membahas secara mendalam segenap proses yang terlihat dalam usaha kita memperoleh pengetahuan. epistemologi selalu menjadi bahan yang menarik untuk dikaji, karena disinilah dasar-dasar pengetahuan maupun teori pengetahuan yang diperoleh manusia menjadi bahan pijakan. Konsep-konsep ilmu pengetahuan yang berkembang pesat dewasa ini beserta aspek-aspek praktis yang ditimbulkannya dapat dilacak akarnya pada struktur pengetahuan yang membentuknya. Dari epistemologi,  juga filsafat dalam  hal ini filsafat modern  terpecah berbagai aliran yang cukup banyak, seperti rasionalisme pragmatisme, positivisme, maupun eksistensialisme. Namun, epistemologi (teori pengetahuan), karena mengkaji seluruh tolak ukur ilmu-ilmu manusia, termasuk ilmu logika dan ilmu-ilmu manusia yang bersifat gamblang, sehingga menjadikan epistemology sebagai dasar dan pondasi segala ilmu dan pengetahuan. Walaupun ilmu logika dalam beberapa bagian memiliki kesamaan dengan epistemologi, akan tetapi, ilmu logika merupakan ilmu tentang metode berpikir dan berargumentasi yang benar, diletakkan setelah epistemologi.
Latar belakang hadirnya pembahasan epistemologi itu adalah karena para pemikir melihat bahwa panca indra lahir manusia yang merupakan satu-satunya alat penghubung manusia dengan realitas eksternal terkadang atau senantiasa melahirkan banyak kesalahan dan kekeliruan dalam menangkap objek luar, dengan demikian, sebagian pemikir tidak menganggap valid lagi indra lahir itu dan berupaya membangun struktur pengindraan valid yang rasional. Namun pada sisi lain, para pemikir sendiri berbeda pendapat dalam banyak persoalan mengenai akal dan rasionalitas, dan keberadaan argumentasi akal yang saling kontradiksi dalam masalah-masalah pemikiran kemudian berefek pada kelahiran aliran Sophisme yang mengingkari validitas akal dan menolak secara mutlak segala bentuk eksistensi eksternal. Dengan alasan itu, persoalan epistemologi sangat dipandang serius.
B.                    Tujuan
Tujuan khusus pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui metode-metode apa sajakah yang dapat digunakan untuk memperoleh pengetahuan serta apa sajakah yang menjadi teori atau landasan berpikirnya.

BAB II
PEMBAHASAN

A.                   Pengertian Epistemologi
Epistemologi berasal dari bahasa yunani kuno, Episteme yang berarti pengetahuan, dan Logos  yang berarti teori. Menurut Uyoh (2008) Epistemologi merupakan cabang filsafat yang membahas atau mengkaji tentang asal, struktur, metode serta keabsahan pengetahuan. Menurut Langeveld (1961) dalam pengantar filsafat pendidikan mengemukakan bahwa epistemologi membicarakan hakikat pengetahuan unsur-unsur dan susunan berbagai jenis pengetahuan pangkal tumpuannya yang fundamental, metode-metode dan batasan-batasannya. Sedangkan menurut Jujun (2010) mengemukakan bahwa Epistemologi adalah landasan kefilsafatan yang membahas prosedur untuk memperoleh pengetahuan. Dengan demikian, definisi epistemologi adalah suatu cabang dari filsafat yang mengkaji dan membahas tentang batasan, dasar dan pondasi, alat, tolak ukur, keabsahan, validitas, dan kebenaran ilmu, makrifat, dan pengetahuan manusia.
B.                    Pemerolehan Pengetahuan
Sejak dulu hingga sekarang manusia selalu berusaha untuk menaklukan alam. Berbagai cara telah ditempuh untuk meramalkan dan mengontrol gejala alam. Berikut adalah beberapa cara yang dilakukan manusia untuk memperoleh pengetahuan:
a.                Seni halus dan seni terapan
Seni merupakan bagian lain dari pengetahuan yang mencoba mendeskripsikan gejala dengan sepenuh maknanya. Seni mencoba mengungkapkan objek penelaahan sehingga bermakna bagi penciptanya dan meraka yang meresapinya. Seni merupakan produk dari daya inspirasi dan daya cipta manusia yang bebas dari berbagai cengkraman dan belenggu ikatan. Model pengungkapan dalam seni bersifat penuh dan rumit namun tidak sistematis. Model tersebut tidak bisa digunakan untuk meramalkan dan mengontrol gejala alam.
Seni terbagi menjadi fine art (seni halus) dan applied art(seni terapan). Seni terapan mempunyai kegunaan langsung dalam kehidupan badani sehari-hari. Seni hakikatnya mempuyai dua ciri yang pertama adalah deskriptif dan fenomenologis, dan yang kedua adalah ruang lingkupnya terbatas. Deskriptif di sini maksudnya seni menggambarkan objek namun tidak mengembangkan konsep yang bersifat teoritis, seperti obat-obatan herbal dari cina yang diracik berdasarkan pengalaman secara turun temurun dan dipercaya kemanjurannya. Sedangkan seni halus (fine art) merupakan sesuatu yang diciptakan untuk kebutuhan rohani/spiritual manusia seperti lukisan dan taman yang secara tidak langsung dapat kita rasakan manfaatnya untuk kebahagiaan rohani.
b.                Akal Sehat dan Metode Coba-coba
Ilmu mencoba mencarikan penjelasan mengenai alam menjadi kesimpulan yang bersifat umum dan impersonal. Sedangkan seni tetap bersifat individual dan personal dengan memusatkan perhatiannya pada pengalaman hidup perorangan.
Ketidakmungkinan ilmu mengembangkan konsep teoritis yang menyebabkan mengapa sebuah peradaban dengan seni terapan yang tinggi tidak mampu mengembangkan diri dalam bidang keilmuwan. Karena konsep teoretislah yang dijadikan tumpuan untuk mengembangkan pengetahuan ilmiah. Ilmu juga kurang berkembang di kebudayaan timur yang karena aspek kultural lebih mengembangkan berpikir etis dan kearifan dari pada cara berpikir ilmiah.
Akal sehat (common sense) didefinisikan sebagai pengetahuan yang diperoleh lewat pengalaman tidak sengaja dan bersifat sporadis dan kebetulan.
Menurut Titus karakteristik akal sehat adalah sbb:
1.        Karena landasannya yang berakar pada adat dan tradisi maka akal sehat cenderung bersifat kebiasaan dan pengulangan.
2.        Karena landasannya berakar kurang kuat maka akal sehat cenderung kabur dan sama-samar.
3.       Karena kesimpulan yang ditariknya sering berdasarkan asumsi yang tidak dikaji lebih lanjut maka akal sehat cenderung mejadi pengetahuan yang tidak teruji.

c.                    Rasionalisme dan Empirisme
Pada dasarnya rasionalisme bersifat majemuk dengan berbagai kerangka pemikiran yang dibangun secara deduktif disekitar objek pemikiran tertentu. Seiring tumbuhnya rasionalisme, tradisi yang bersifat dogmatik mulai ditinggalkan. Rasionalisme membangun pemikiran dengan cara deduktif di sekitar objek pemikiran tertentu. Rasionalisme dengan pemikiran deduktifnya sering menghasilkan kesimpulan yang benar walau tidak selalu sesuai dengan pengalaman. Aliran ini berpendapat bahwa sumber pengetahuan yang mencukupi dan dapat dipercaya adalah rasio (akal). Pengalaman hanya dapat dipakai untuk meneguhkan pengetahuan yang didapatkan oleh akal. Rene Descartes membedakan tiga ide yang ada dalam diri manusia yaitu, (1) innate ideas adalah ide bawaan yang dibawa oleh manusia sejak lahir, (2)  adventitious ideas adalah ide-ide yang berasal dari luar diri manusia, dan (3) factitious ideas adalah ide-ide yang dihasilkan oleh pikiran itu sendiri (Surajiyo, 2010:33).
Selanjutnya berkembanglah aliran empirisme, yang menyatakan bahwa pengetahuan  yang benar itu didapatkan dari pengalaman. Sehingga kemudian berkembanglah cara berpikir yang menjauhi spekulasi teoretis dan metafisis. Namun cara berpikir empirisme ini pun tidak luput dari kelemahan, karena metode induktif dengan statistikapun kurang bisa menunjukkan hubungan kausalitas. Aliran ini berpendapat, bahwa empiris atau pengalamanlah yang menjadi sumber pengetahuan, baik pengalaman yang batiniah ataupun lahiriah. Akal bukan jadi sumber pengetahuan tetapi akal mendapat tugas untuk mengolah bahan-bahan yang diperoleh dari pengalaman (Surajiyo, 2010:33).
Ilmu mencoba menafsirkan gejala alam dengan mencoba mencari penjelasan ini terutama penjelasan yang bersifat mendasar dan postulasional, maka ilmu tidak bisa melepaskan diri dari penafsiran yang bersifat rasional dan metafisis.
d.                   Metode eksperimen
Menurut Bertrand Russel ilmu mempunyai dua peranan yaitu sebagai metafisika dan sebagai akal sehat yang terdidik. Untuk menjembatani rasionalisme dan pembuktian empiris maka dikembangkanlah sebuah metode eksperimen. Metode eksperimen mulanya dikembangkan oleh ilmuan Muslim pada abad keemasan Islam. Semangat mencari kebenaran ilmuwan Yunani yang hampir hilang pada masa Romawi dihidupkan kembadi dalam kebudayaan Islam.
Eksperimen ini dimulai oleh ahli-ahli kimia yang pada mulanya didorong oleh tujuan untuk mendapatkan obat awet muda dan rumus membuat emas dari logam. Menurut M. Nazir (2002) Eksperimen adalah observasi di bawah kondisi buatan (artificial condition) dimana kondisi tersebut dibuat dan diatur oleh si peneliti. Penelitian ekperimental adalah penelitian yang dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian serta adanya kontrol. Metode eksperimen sering sekali dilakukan dalam penelitian ilmu-ilmu eksakta. Walaupun demikian, penggunaan metode eksperimen di dalam ilmu-ilmu sosial, akhir-akhir ini semakin banyak peminatnya.
Tujuan dari penelitian eksperimen adalah untuk menyelidiki ada tidaknya hubungan sebab-akibat serta seberapa besar hubungan sebab-akibat tersebut dengan cara memberikan perlakuan-perlakuan tertentu pada beberapa kelompok eksperimental dan menyediakan kontrol untuk perbandingan. Percobaan-percobaan dilakukan untuk menguji hipotesis serta untuk menemukan hubungan-hubungan kausal yang baru.
Dengan Metode eksperimen dapat menguji berbagai penjelasan teoretis apakah sesuai dengan kenyataan empiris atau tidak. Dengan demikian mulailah pertemuan antara rasionalisme dan empirisme yang berkembang menjadi metode ilmiah yang menggabungkan cara berpikir deduktif dan induktif. Pionir yang mengembangkan cara berpikir deduktif-induktif ini adalah Galileo dan Newton.

e.                    Metode Ilmiah
Metode ilmiah adalah cara yang dilakukan ilmuan dalam menyusun pengetahuan yang benar. Menurut Jujun (2010) metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Sedangkan menurut  Almack dalam (M. Nazir 2002) metode ilmiah adalah cara menerapkan prinsip-prinsip logis terhadap penemuan, pengesahan, dan penjelasan kebenaran. Menurut Ostle dalam (M. Nazir 2002) berpendapat bahwa metode ilmiah adalah pengejaran terhadap sesuatu untuk memperoleh interelasi. Alur berpikir yang tercakup ke dalam metode ilmiah dapat dijabarkan menjadi beberapa langkah yang mencerminkan tahapan ilmiah.
Keangka berpikir ilmiah yang berintikan proses logico hypothetico terdiri dari beberapa langkah-langkah sebagai berikut:
1.                   Perumusan masalah merupakan pertanyaan mengenai objek empiris yang jelas batasannya serta dapat diidentifikasi faktor-faktor yang terkait di dalamnya.
2.                   Penyusunan kerangka berpikir dalam pengajuan hipotesis yang merupakan argumentasi yang mungkin terdapat antara berbagai faktor yang saling terkait dan membentuk konstelasi permasalahan.
3.                   Perumusan hipotesis merupakan jawaban sementara atau dugaan terhadap pertanyaan yang diajukan.
4.                   Pengujian hipotesis merupakan pengumpulan fakta-fakta yang relevan dengan hipotesis yang diajukan.
5.                   Penarikan kesimpulan merupakan penilaian apakah sebuah hipotesis yang diajukan itu ditolak atau diterima.
Menurut Jujun (2010) langkah-langkah di atas harus ditempuh agar suatu penelaahan dapat disebut ilmiah. Hubungan antara langkah yang satu dengan langkah yang lainnya tidak terikat secara statis melainkan bersifat dinamis dengan proses pengkajian ilmiah yang tidak semata mengandalkan penalaran melainkan juga imajinasi dan kreativitas.
C.                   Struktur Pengetahuan Ilmiah
Pengetahuan yang diproses melalui metode ilmiah dinamakan pengetahuan ilmiah. Berbagai disiplin keilmuan mencoba memperoleh dan menyusun pengetahuan ilmiah ini sesuai dengan bidangnya masing-masing.
                a.                   Teori Ilmiah
Teori ilmiah merupakan pengetahuan ilmiah yang mencakup deskripsi penjelasan mengenai suatu objek tertentu. Teori ini biasanya berada di bawah payung dari sebuah disiplin ilmu tertentu. Secara substantif teori ilmiah terdiri dari sub teori, hukum, prinsip, asas dan bentuk-bentuk lainnya.  Secara semantik teori ilmiah melambangkan abstraksi pemikiran tentang suatu objek dalam berbagai bentuk substantif tersebut. Tujuan akhir dari disiplin keilmuan ini adalah mengembangkan sebuah teori keilmuan yang bersifat umum, utuh, dan koheren. Teori umumnya bersifat utuh dan konsisten.
               b.                   Teori Ilmu Sosial
Dalam ilmu sosial pada umumnya pengembangan hukum-hukum ilmiah sukar sekali dilakukan dan pada hakikatnya telah ditinggalkan  untuk tujuan meramalkan, ilmu sosial mempergunakan metode proyeksi, pendekatan struktural, analisis kelembagaan atau tahap-tahap perkembangan. Disamping hukum teori keilmuan juga mengenal teori pernyataan yang disebut prinsip. Prinsip juga dapat diartikan sebagai pernyataan yang berlaku secara umum bagi sekelompok gejala-gejala tertentu, yang mampu menjelaskan kejadian yang terjadi.
               c.                    Teori Nomotetis dan Genetis
Teori nomotetis merupakan teori yang mampu melaksanakan keempat fungsi keilmuan secara lengkap yang terdiri dari mendeskripsikan, menjelaskan, memprediksikan dan mengontrol gejala alam. Sedangkan teori genetis merupakan teori yang bersifat mendeskripsikan dan menjelaskan namun tidak memprediksikan dan mengontrol. Teori genetis juga di kembangkan dalam ilmu-ilmu lain, contohnya dalam ilmu kedokteran yang mendeskripsikan dan menjelaskan substansi dan fungsi organ tubuh manusia.
                 d.                   Konsep dan Penalaran
Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi - proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar. Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi. Hubungan antara premis dan konklusi disebut konsekuensi.
Ada dua jenis metode dalam menalar yaitu induktif dan deduktif. Metode berpikir induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum. Hukum yang disimpulkan difenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diteliti. Generalisasi adalah bentuk dari metode berpikir induktif. Sedangkan metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus. Contoh: Masyarakat Indonesia konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti sebuah kesuksesan (khusus) dan kegiatan imitasi (khusus) dari media-media hiburan yang menampilkan gaya hidup konsumtif sebagai prestasi sosial dan penanda status sosial.
                        e.                    Konsep dan simbol dalam penalaran
Penalaran juga merupakan aktivitas pikiran yang abstrak, untuk mewujudkannya diperlukan simbol. Simbol atau lambang yang digunakan dalam penalaran berbentuk bahasa, sehingga wujud penalaran akan berupa argumen. Kesimpulannya adalah pernyataan atau konsep merupakan abstrak dengan simbol berupa kata, sedangkan untuk proposisi simbol yang digunakan adalah kalimat (kalimat berita) dan penalaran menggunakan simbol berupa argumen. Argumenlah yang dapat menentukan kebenaran konklusi dari premis.
Berdasarkan paparan di atas jelas bahwa tiga bentuk pemikiran manusia adalah aktivitas berpikir yang saling berkait. Tidak ada ada proposisi tanpa pengertian dan tidak akan ada penalaran tanpa proposisi. Bersama - sama dengan terbentuknya pengertian perluasannya akan terbentuk pula proposisi dan dari proposisi akan digunakan sebagai premis bagi penalaran. Atau dapat juga dikatakan untuk menalar dibutuhkan proposisi sedangkan proposisi merupakan hasil dari rangkaian pengertian.

 f.        Syarat-syarat kebenaran dalam penalaran

Jika seseorang melakukan penalaran, maksudnya tentu adalah untuk menemukan kebenaran. Kebenaran dapat dicapai jika syarat - syarat dalam menalar dapat dipenuhi.
·         Suatu penalaran bertolak dari pengetahuan yang sudah dimiliki seseorang akan sesuatu yang memang benar atau sesuatu yang memang salah.
·         Dalam penalaran, pengetahuan yang dijadikan dasar konklusi adalah premis. Jadi semua premis harus benar. Benar di sini harus meliputi sesuatu yang benar secara formal maupun material. Formal berarti penalaran memiliki bentuk yang tepat, diturunkan dari aturan - aturan berpikir yang tepat sedangkan material berarti isi atau bahan yang dijadikan sebagai premis tepat.

    D.               Hubungan Epistemologi dengan Ilmu-Ilmu Lain
 
a. Hubungan Epistemologi dengan Ilmu Logika
          Ilmu logika adalah suatu ilmu yang mengajarkan tentang metode berpikir benar, yakni metode yang digunakan oleh akal untuk menyelami dan memahami realitas eksternal sebagaimana adanya dalam penggambaran dan pembenaran. Dengan memperhatikan definisi ini, bisa dikatakan bahwa epistemologi jika dikaitkan dengan ilmu logika dikategorikan sebagai pendahuluan dan mukadimah, karena apabila kemampuan dan validitas akal belum dikaji dan ditegaskan, maka mustahil kita membahas tentang metode akal untuk mengungkap suatu hakikat dan bahkan metode-metode yang ditetapkan oleh ilmu logika masih perlu dipertanyakan dan rekonstruksi, walhasil masih menjadi hal yang diragukan.
b. Hubungan epistemologi dengan Filsafat.
Pengertian umum filsafat adalah pengenalan terhadap eksistensi (ontologi), realitas eksternal, dan hakikat keberadaan. Sementara filsafat dalam pengertian khusus (metafisika) adalah membahas kaidah-kaidah umum tentang eksistensi. Dalam dua pengertian tersebut, telah diasumsikan mengenai kemampuan, kodrat, dan validitas akal dalam memahami hakikat dan realitas eksternal. Jadi, epistemologi dan ilmu logika merupakan mukadimah bagi filsafat.
c.     Hubungan epistemologi dengan Teologi dan ilmu tafsir 
Ilmu kalam (teologi) ialah suatu ilmu yang menjabarkan proposisi-proposisi teks suci agama dan penyusunan argumentasi demi mempertahankan peran dan posisi agama. Ilmu tafsir adalah suatu ilmu yang berhubungan dengan metode penafsiran kitab suci. Jadi, epistemologi berperan sentral sebagai alat penting bagi kedua ilmu tersebut, khususnya pembahasan yang terkait dengan kontradiksi ilmu dan agama, atau akal dan agama, atau pengkajian seputar pluralisme, karena akar pembahasan ini terkait langsung dengan pembahasan epistemologi.


BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan

Epistemologi adalah landasan kefilsafatan yang membahas prosedur untuk memperoleh pengetahuan. Dengan demikian, definisi epistemologi adalah suatu cabang dari filsafat yang mengkaji dan membahas tentang batasan, dasar dan pondasi, alat, tolak ukur, keabsahan, validitas, dan kebenaran ilmu, makrifat, dan pengetahuan manusia. Beberapa cara yang dilakukan manusia untuk memperoleh pengetahuan diantara lain adalah sebagai berikut:
1.          Seni Halus dan Terapan
2.          Akal Sehat dan Metode Coba-coba
3.          Rasionalisme dan Empirisme
4.          Metode Eksperimen
5.          Metode Ilmiah
Adapun beberapa landasan yang menjadi acuan teori pengetahuan diantaranya adalah:
               1.             Teori Ilmiah
               2.             Teori Ilmu Sosial
               3.             Teori Nomotetis dan Genetis
                4.             Konsep dan Penalaran
Berikut adalah contoh keterkaitan beberapa Ilmu lain dengan epistemologi:
1.             Hubungan Epistemologi dengan Ilmu Logika
2.             Hubungan epistemologi dengan Filsafat
3.             Hubungan epistemologi dengan Teologi dan ilmu tafsir

DAFTAR PUSTAKA
Sadulloh Uyoh, Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung: ALFABETA, 2009.
Suriasumantri Jujun S, Menguak Cakrawala Keilmuan (Landasan Filosofis Penulisan Tesis dan Disertasi), Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta, 2010.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar