1. Pengertian Emosi
Emosi yang berasal dari bahasa latin Movere, berarti menggerakan atau bergerak, dari asal kata tersebut
emosi dapat diartikan sebagai dorongan untuk bertindak. Emosi merujuk pada
suatu perasaan atau pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan
psikologis serta serangkaian kecendrungan untuk bertindak. Emosi dapat berupa
perasaan amarah, ketakutan, kebahagiaan, cinta, rasa terkejut, jijik, dan rasa
sedih. Semua gejala emosi seperti amarah, rasa takut, rasa gembira, senang,
penuh harap, termasuk konflik, stres, cemas frustasi dan sebagainya
mempengaruhi perubahan fisik seseorang (Setyobroto S, 2004;125). Hal serupa
juga di ungkapkan oleh Crow & Crow (dalam Fatimah E, 2006;104) emosi adalah warna
afektif yang kuat dan ditandai oleh perubahan fisik.
Mashar (2011;16) emosi dapat diartikan suatu kondisi
intrapersonal, seperti perasaan, keadaan tertentu atau pola aktifitas motor.
Unit-unit emosi dapat dibedakan berdasarkan tingkatan kompleksitas yang
terbentuk berupa perasaan menyenangkan atau tidak menyenangkan, komponen
ekspresi wajah individu dan suatu keadaan sebagai penggerak tertentu.
Lazarus menyatakan bahwa emosi adalah suatu keadaan yang
komplek pada diri organisme meliputi perubahan secara badaniah dalam bernapas,
detak jantung, perubahan kelenjar-kelenjar dan kondisi mental seperti keadaan
menggembirakan yang ditandai dengan perasaan yang kuat dan biasanya disertai
dengan dorongan yang mengacu pada suatu bentuk perilaku. Sementara Goleman menjelaskan bahwa emosi merujuk pada suatu perasaan atau pikiran dimana pikiran khasnya
merupakan keadaan biologis dan psikologis serta serangkaian kecendrungan untuk
bertindak. Hal yang sama juga di ungkapkan oleh Syamsudin dimana emosi
merupakan suatu suasana yang komplek dan getaran jiwa yang menyertai atau
muncul sebelum atau sesudah terjadinya suatu perilaku.
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa emosi
terkait dengan perubahan intrapersonal dan interpersonal. Dimana intrapersonal
berhubungan dengan mengelola diri secara pribadi, seperti analisa diri dan
refleksi. Sedangkan interpersonal berhungan dengan kemampuan untuk bekerja
secara efektif dengan oranglain, memelihara dan menjaga hubungan dengan orang
lain.
Fatimah (2006;105) menambahkan bahwa pada saat emosi sering
terjadi perubahan-perubahan pada fisik seseorang seperti ;
a. Reaksi elektris pada kulit meningkat bila terpesona
b. Peredaran darah bertambah cepat bila marah
c.
Denyut jantung
bertambah cepat bila terkejut
d.
Bernapas panjang bila
kecewa
e.
Pupil
mata membesar bila marah
f.
Air liur mongering bila
takut/tegang
g.
Bulu roma berdiri kalau
takut
h.
Otot menjadi tegang
atau bergetar (tremor)
i.
Komposisi
darah berubah dan kelenjar lebih aktif.
Dari beberapa pernyataan diatas jelaslah bahwa gangguan
emosi dapat mempengaruhi psikis manusia dan juga dapat mempengaruhi fisik
seseorang. Gangguan emosi jelas akan mempengaruhi stabilitas emosional atau Emotional stability dan emotional stability
akan mempengaruhi stabilitas psikis seseorang, sehingga yang bersangkutan tidak
dapat berpikir dengan baik, tidak dapat berkonsentrasi, koordinasi gerak kacau
dsb. (Etyobroto S, 2004;125)
2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Emosi
2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Emosi
Perkembangan emosi merupakan salah satu faktor yang turut
menentukan keberhasilan individu dalam kehidupan meskipun seorang anak memiliki
kemampuan intelektual/kognitif yang baik, tetapi perkembangan emosionalnya
tidak baik, anak tersebut akan mengalami hambatan dalan pergaulan dan
kehidupannya. Faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi anak dapat berasal
dari dalam diri individu, konflik-konflik dalam proses perkembangan, dan sebab
yang bersumber dari lingkungan. Harloc dan Lazarus (dalam Mashar,2011:34)
menyatakan bahwa perkembangan emosi pada anak dipengaruhi oleh dua faktor
penting yaitu proses maturation atau kematangan dan faktor belajar. Teori
maturation meyakini bahwa perkembangan emosi setiap anak pada dasarnya
berbeda-beda, setiap anak akan mengembangkan potensi mereka apabila mereka
ditempatkan didalam suatu lingkungan yang tidak optimal dan perkembangan
menjadi lambat atau bahkan tertinggal apbil lingkungan tidak sesuai (Nurani Y,
2011;57)
Pentingnya faktor kematangan pada masa kanak-kanak
terkait dengan masa kritis perkembangan (Critical
Period), yaitu saat-saat ketika anak siap menerima sesuatu dari luar.
Contohnya dalam perkembangan emosi, pengendalian pola reaksi emosi yang
dinginkan perlu diberikan kepada anak guna menggantikan pola emosi yang tidak
diinginkan dipelajari dan membaur dalam pola emosi anak, akan semakin sulit
mengubahnya dengan pertambahan usia yang dialami anak. Bahkan reaksi ini bisa
tertanam hingga masa dewasa dan membutuhkan bantuan ahli untuk mengubahya.
Namun Hurlock lebih menekankan pemtingnya pengaruh belajar. Belajar untuk
perkembangan emosi anak karena dengan belajar merupakan yang dapat di
kendalikan.
Menurut Piaget faktor yang mempengaruhi perkembangan
emosi anak dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu ;
1.
Faktor
Kematangan atau Maturation
2.
pengaruh
yang datang dari pengalaman dan
transmisi sosial
3.
aktivitas
sosial anak yang berguna dalam belajar menyesuaikan diri (adaptasi), asimilasi
dan akomodasi.
Sedangkan Maslow menekankan Empay hal yang merupakan
faktor perkembangan emosi anak yaitu :
1.
manusia
memiliki struktur psikologi yang beranalogi dengan struktur fisik, yaitu
kebutuhan (Needs), kapasitas (Capacities), dan kecendrungann (Tendencies) yang didasari pada keadaan
genetis
2.
perkembangan
yang sehat dan yang diharapkan selalu melibatkan aktualisasi dari karakteristik
tersebut atau dapat disebut pemenuhan potensi manusia
3.
keadaan
patologis manusia secara umum berasal dari penyangkalan (Denial), frustasi (Frustation)
atau memutar (Twisting). Keadaan
manusia yang baik adalah aktualisasi diri.
4.
manusia
mempunyai keinginan dan kemauan aktif untuk mencapai kesehatan mental
aktualisasi diri.
Kostleng dan Whiren (dalam Mashar) mengemukakan bahwa
selama masa kanak-kanak terdapat beberapa peluang waktu yang berubah secara
signifikan dalam perkembangan anak. Perubahan ini mengacu pada interaksi yang
kompleks antara struktur tubuh internal anak dan otak. Pengalaman secara fisik
dengan lingkungan sosial. Lingkungan dalam proses belajar, berpengaruh besar
untuk perkembangan emosi, terutama lingkungan yang berada paling dekat dengan
anak khususnya ibu atau pengasuh anak. Goleman menyatakan bahwa tingkahlaku
seseorang ditentukan oleh lingkungan apa yang dialami dan dipelajari dalam
kehidupan sehari-hari lebih menentukan tingkahlaku dan pola tanggapan emosi.
Jika seorang anak mendapat latihan-latihan emosi yang tepat, maka kecerdasan
emosinya akan meningkat.
Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
perkembangan emosi dipengaruhi oleh faktor kematangan atau mansturation dan
belajar. Faktor kematangan berpengaruh terhadap respons individu dalam
menyikapi berbagai keadaan yang dihadapi, baik dari dalam diri maupun
konflik-konflik dalam proses perkembangan yang terjadi. Faktor belajar
dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang ada disekitar anak.
Kematangan dan belajar terjalin erat satu sama lain dalam
mempengaruhi perkembangan emosi. Perkembangan intelektual menghasilkan
kemampuan berpikir kritis untuk memahami makna yang sebelumnya tidak dimengerti
dan meninmbulkan emosi terarah pada suatu objek. Demikian pula kemampuan
mengingan dan menghapal mempengaruhi kemampuan emosional. Dengan demikian,
remaja menjadi reaktif terhadap rangsangan yang tadinya tidak mempengaruhi
mereka pada usia yang lebih muda. (Fatimah, 2006;109).
3.
Tahapan Perkembangan Emosi
Emosi seringkali dikaitkan sebagai dampak dari apa yang
dirasakan, diantara kebutuhan dengan apa yang didapatkan seringkali menimbulkan
emosi dan amarah. Menurut
Freud komponen emosi dalam diri manusia
adalah Id, Ego, dan Superego. Id merupakan dorongan kebutuhan
dari dalam diri manusiabaik itu kebutuhan emosional, fisik maupun kebutuhan
seksual yang sifatnya selalu ingin dipuaskan dan biasanya berhubungan dengan
kesenangan yang harus dipenuhi dan sesegera mungkin. Ego adalah sang rasional manusianya itu sendiri, yang memiliki
kemampuan untuk memecahkan masalah, memiliki ide-ide untuk memenuhi
kebutuhannya, memiliki prinsip-prinsipyang berdasarkan kenyataan. Superego adalah norma-normayang berlak,
moral, aturan-aturan yang berlaku yang memiliki penjelasan benar dan salah
(Yamin M & Jamilah S. Sanan, 2010;11)
Freud pada teori Psikoanalisa membagi tahapan
perkembangan kehidupan menjadi Lima, yaitu masa oral, masa anal, masa phalic,
masa latency dan masa genital.
a. Fase Oral (0 – 1 Tahun)
Adalah masa dimana kepuasan baik fisik dan emosional
berfokus pada daerah sekitar mulut. Kebutuhan akan makanan adalah kebutuhan
yang paling penting untuk faktor fisik dan emosional yang sifatnya harus segera
dipuaskan. Pada masa ini Id dan
pemenuhan sesegera mungkin berperan sangat dominan
b. Fase Anal (1 – 3 Tahun)
Adalah masa dimana sensasi dari kesenanganberpusat pada
daerah sekitar anus. Disegala aktivitas yang berhubungan dengan anus. Pada masa
ini anak mulai dikenalkan dengan toilet traininng yaitu anak mulai
diperkenalkan tentang rasa ingin buang air besar atau kecil.
c.
Fase
Phalic (3 – 6 Tahun)
Masa ini sangat penting untuk perkembangan identifikasi
jenis kelamin pada anak, bagaimana seharusnya anak laki-laki atau anak
perempuan bersikap, berpakaian dan berperan. Jika masa ini lingkungan tidak
mendukung anak untuk mengidentifikasi
dirinya dengan baik maka anak akan mengalami bias (ketidak jelasan) dalam
mengidentifikasi dirinya sebagai seorang laki-laki atau perempuan.
d. Fase Latency (7 – 10 Tahun)
Pada masa ini anak sudah dapat mengidentifikasi diriny
dengan baik sebagai seorang laki-laki atau perempuan. Biasanya anak akan
bermain dan melakukan kegiatan sesama anak laki-laki begitu juga dengan anak
perempuan
e.
Fase
Genital
Adalah masa mulai ada ketertarikan pada lawan jenis,
mulai menjalin hubungan dengan teman yang memiliki jenis kelamin yang berbeda.
Belajar menyayangi, mencintai, butuh akan kasih sayang dan dicintai teman lawan
jenis.
Adapun Yusuf membagi tahapan perkembangan emosi anak
menjadi lima fase yaitu :
a. Fase Bayi (0 -2 Tahun)
Masa
Bayi 0-2 tahun terbagi menjadi tiga kategori ;
1. Usia 0-8 Minggu
Kehidupan bayi
sangat dikuasai oleh emosi. emosi anak sangat bertalian dengan indrawi (fisik),
dengan kualitas perasaan; senang dan tidak senang, hangat dan nyaman, serta
menangis karena lapar, haus, kedinginan atau sakit.
2. Usia 8 minggu – 1 Tahun
Pada masa ini perasaan psikis sudah mulai berkembang anak
merasa senang atau tersenyum bila melihat mainan yang tergantung didepan
matanya. Tidak merasa senang (menangis) terhadap
benda asing atau orang asing. Pada masa ini perasaan anak mengalami
diferensiasi (penguraian) yaitu dari perasaan jasmaniah menjadi tidak senang,
marah, takut, jengekel dan terkejut.
3. Usia 1-3 Tahun
Pada masa ini perasaan emosi anak sudah mulai terarah
pada sesuatu (orang, benda atau mahluk hidup). Sejajar dengan perkembangan
bahasa yang sudah dimulai pada usia dua tahun, maka anak dapat menyatakan
perasaannya dengan menggunakan bahasa dan emosi. Pada fase ini anak bersifat
labil (mudah berubah) dan mudah tersulut (mudah terpengaruhi tapi tidak lama).
b. Fase Prasekolah (4 – 6 Tahun)
Pada usia ini anak mulai menyadari dirinya, bahwa dirinya
berbeda dengan bukan dirinya (orang lain atau benda). Kesadaran ini diperoleh
dari pengalaman, bahwa tidak seiap keinginannya dipenuhi oleh orang lain atau
benda lain. Anak menyadari bahwa keinginannya berhadapan dengan keinginannya
orang lain, sehingga orang lain tidak selamanya memenuhi keinginannya. Bersama
dengan itu, berkembang pula perasaan harga diri yang menuntut pengakuan dari lingkungannya.
Jika lingkungannya (terutama orang tuanya) tidak mengakui harga diri anak,
seperti memperlakukan anak secara keras atau kurang menyayangi maka diri anak
akan muncul sikap keras kepala/menentang menyerah jadi penurut yang diliputi
rasa percaya diri kurang dengan sifat pemalu.
c.
Fase
Anak Sekolah (Sekolah Dasar 6 – 12 Tahun)
Masa remaja adalah masa puncak emosionalitas, yaitu
perkembangan emosi yang tinggi. Pada remaja awal, perkembangan emosinya
menunjukan sifat sensitif dan reaktif yang sangat kuat terhadap berbagai
peristiwa atau situasi sosial, emosinya bersifat negatif atau temprtamental
(mudah tersinggung/ marah, atau mudah murung/sedih).
d. Fase Dewasa
Fase ini dimana seseorang harus mampu mengenali perasaan
yang ada pada dirinya, dan tahu bagaimana harus dilampiaskan.
Dari berbagai uraian tentang pola dan variasi
perkembangan emosi pada anak dapat disimpulkan bahwa perkembangan emosi pada
masing-masing anak berbeda-beda tergantung padsa faktor yang mempengaruhinya,
beberapa faktor yang mempengarunya biasanya keadaan fisik, reaksi sosial
terhadap perilaku emosional, kondisi lingkungan, jumlah anggota keluarga, cara
mendidik anak, status sosial ekonomi keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Enung,
Fatimah. 2006. Psikologi (Perkembangan
Peserta Didik). Pustaka Setya; Bandung
Jamaris,
Martini. 2010. Orientasi Baru Dalam
Psikologi Pendidikan. Yayasan
Penamas Murni; Jakarta
Marini,
Yamin dan Jamilah Sabri Saham. 2010.
Panduan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).
Gaung Persada; Jakarta
Mashar,
Riana. 2011. Emosi Anak Usia Dini Dan
Strategi Pengembangannya. Kencana Prenada Media Group; Jakarta
Hildayani, Rini. 2009. Psikologi Perkembangan Anak. Universitas Terbuka; Jakarta
Sudibyo,
Setyobroto. 2004. Psikologi Suatu
Pengantar. Solo Percetakan; Jakarta
Yuliani,
Nuraini Sujiono. 2011. Konsep Dasar Anak
Usia Dini. INDEK; Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar